Blog

Update Work on Progress: Koeksistensi Urban

Sudah dua tahun berlalu sejak saya memulai proyek Koeksistensi Urban. Ada banyak hal terjadi sepanjang perjalanannya, termasuk perubahan pemilihan objek dan pendekatan fotografisnya.

Perubahan itu terjadi setelah menggali subjek ini lebih dalam. Di tengah perjalanan, ternyata saya mendapati sebagian tumbuhan yang menemukan jalannya untuk tumbuh secara alami di media-media yang tidak biasa, seperti beton, aspal, bahkan bangunan yang mengandung metal. Hal tersebut sangat menarik perhatian saya, karena tumbuhan-tumbuhan tersebut pada hakikatnya adalah objek yang serupa seperti pohon-pohon yang selama ini menjadi objek saya, hanya saja kali ini tempatnya berbeda.

Dengan objek tumbuhan-tumbuhan tersebut, saya dapat dengan lebih nyaman melakukan pendekatan dan tujuan yang sama dengan apa yang saya kerjakan selama ini, namun tetap dengan semangat membongkar ulang cara pandang saya terhadap kota.

Proyek Baru: Koeksistensi Urban

Sebagai orang yang tinggal dan bekerja di perkotaan, pergi ke alam terbuka adalah sebuah bentuk meditasi personal bagi saya. Alam terbuka memberikan saya ketenangan, rasa damai, dan sedikit sensasi kebebasan. Sesuatu yang tidak pernah saya temukan di perkotaan yang ramai dan penuh tuntutan. Sensasi “meditatif” itulah yang akhirnya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap karya saya selama ini. Karya yang banyak berfokus pada unsur-unsur alami seperti pohon, air, dan bebatuan. Karena itu, saya tidak pernah menjadikan kota sebagai insprasi dalam berkarya. Saya merasa kota adalah hal yang sangat biasa, reguler, bahkan sedikit negatif. Saya melihat kota hanya sebagai lingkungan tempat saya lahir dan hidup, dan saya pun cenderung fokus memikirkan (atau mengeluhkan) seputar masalahnya saja. Seperti kemacetan, sampah, pembangunan yang tidak beraturan, overpopulasi, dan lain-lain.

Seiring berjalannya waktu, dan dengan sedikit dorongan untuk berpikir kritis, saya mulai mempertanyakan diri saya. “Benarkah ketenangan, rasa damai, dan kebebasan hanya bisa saya dapatkan di alam? Jangan-jangan sensasi yang saya rasakan ketika bepergian itu hanyalah persepsi belaka? Bisakah saya mendapatkannya tanpa harus pegi jauh?”

Pertanyaan tersebut menginspirasi saya untuk membongkar ulang cara pandang saya terhadap kota. Dengan bekal baru ini, saya mencoba melihat kembali hal-hal kecil kecil di kehidupan sehari-hari yang selama ini saya lewatkan. Setelah beberapa waktu bereksperimen, saya memutuskan untuk memilih ”koeksistensi” sebagai kata kunci. Karena dalam proses pencarian perspektif baru ini, saya perlahan menemukan bahwa tumbuhan (representasi dari alam) dan bangunan (representasi dari kota/urban) entah bagaimana masih dapat bersinergi, meski sebagian terjadi tanpa disengaja. Saya juga menemukan bahwa sensasi meditasi personal saya masih dapat dirasakan walaupun kali ini saya berkutat dengan kota alih-alih alam terbuka. Maka, bermodalkan hal-hal tersebut, saya ingin mengeksplorasi tema koeksistensi urban ini dengan lebih dalam

New Zealand Trip - Part 2

Setelah melewati hari-hari yang menyenangkan di Mt. Cook, hari itu saya membiarkan adik saya untuk berada di belakang kemudi. Kami melanjutkan perjalanan menuju Wanaka melalui Twizel, Omarama, lalu Lindis. Seperti perjalanan manuju Mt. Cook, pemandangan selama perjalanan selalu terlihat indah.  Saya merasa cukup lelah saat itu, mungkin sisa perjalanan sehari sebelumnya (ditambah pagi itu saya kembali ke viewpoint). Namun sepertinya tidak bisa begitu saja saya tidur di perjalanan

Read More

New Zealand Trip - Part 1

Berawal dari sebuah tawaran memotret Wedding di Auckland membawa saya menjelajah ke "bottom of the world", sebuah pengalaman yang rasanya sulit untuk dilupakan karena seluruh perjalanan dilalui dengan menyetir "rumah berjalan" alias RV/motorhome. Berangkat dengan Malaysia Airlines via Kuala Lumpur, saya mendarat di Auckland setelah 10 jam perjalanan.

Read More