Blog

Proyek Baru: Koeksistensi Urban

Sebagai orang yang tinggal dan bekerja di perkotaan, pergi ke alam terbuka adalah sebuah bentuk meditasi personal bagi saya. Alam terbuka memberikan saya ketenangan, rasa damai, dan sedikit sensasi kebebasan. Sesuatu yang tidak pernah saya temukan di perkotaan yang ramai dan penuh tuntutan. Sensasi “meditatif” itulah yang akhirnya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap karya saya selama ini. Karya yang banyak berfokus pada unsur-unsur alami seperti pohon, air, dan bebatuan. Karena itu, saya tidak pernah menjadikan kota sebagai insprasi dalam berkarya. Saya merasa kota adalah hal yang sangat biasa, reguler, bahkan sedikit negatif. Saya melihat kota hanya sebagai lingkungan tempat saya lahir dan hidup, dan saya pun cenderung fokus memikirkan (atau mengeluhkan) seputar masalahnya saja. Seperti kemacetan, sampah, pembangunan yang tidak beraturan, overpopulasi, dan lain-lain.

Seiring berjalannya waktu, dan dengan sedikit dorongan untuk berpikir kritis, saya mulai mempertanyakan diri saya. “Benarkah ketenangan, rasa damai, dan kebebasan hanya bisa saya dapatkan di alam? Jangan-jangan sensasi yang saya rasakan ketika bepergian itu hanyalah persepsi belaka? Bisakah saya mendapatkannya tanpa harus pegi jauh?”

Pertanyaan tersebut menginspirasi saya untuk membongkar ulang cara pandang saya terhadap kota. Dengan bekal baru ini, saya mencoba melihat kembali hal-hal kecil kecil di kehidupan sehari-hari yang selama ini saya lewatkan. Setelah beberapa waktu bereksperimen, saya memutuskan untuk memilih ”koeksistensi” sebagai kata kunci. Karena dalam proses pencarian perspektif baru ini, saya perlahan menemukan bahwa tumbuhan (representasi dari alam) dan bangunan (representasi dari kota/urban) entah bagaimana masih dapat bersinergi, meski sebagian terjadi tanpa disengaja. Saya juga menemukan bahwa sensasi meditasi personal saya masih dapat dirasakan walaupun kali ini saya berkutat dengan kota alih-alih alam terbuka. Maka, bermodalkan hal-hal tersebut, saya ingin mengeksplorasi tema koeksistensi urban ini dengan lebih dalam